Mendaki gunung bukan sekadar aktivitas olahraga atau wisata alam untuk mencapai puncaknya. Lebih dari itu, pendakian gunung adalah perjalanan spiritual, pengalaman belajar, dan wujud tanggung jawab terhadap kelestarian alam. Setiap langkah di jalur pendakian membawa konsekuensi—baik terhadap diri sendiri, sesama pendaki, maupun lingkungan. Oleh karena itu, penting untuk memahami dan mengikuti etika dan tata tertib mendaki gunung agar pendakian kita aman, menyenangkan, dan tidak merusak lingkungan.
Sebelum memulai pendakian, lakukan riset mendalam tentang gunung yang akan didaki. Pelajari informasi tentang medannya, cuaca, jalur pendakian, dan peraturan yang berlaku di wilayah yang akan kamu tuju. Karena itulah, penting untuk memahami dan mempraktikkan etika mendaki gunung.
Berikut ini adalah prinsip-prinsip etika yang sebaiknya dijunjung tinggi oleh setiap pendaki gunung.
Setiap gunung di Indonesia biasanya memiliki kearifan lokal, aturan adat, atau mitos tertentu. Entah itu larangan berkata kasar, larangan membawa makanan tertentu, hingga kewajiban melapor di basecamp sebelum naik. Etika mendaki yang baik adalah menghormati aturan setempat. Selain itu, jangan merusak alam. Jangan memetik bunga edelweis, jangan mencoret-coret batu, tugu, atau pohon, dan jangan mengganggu satwa liar. Gunung adalah habitat mereka, dan kita hanyalah tamu yang singgah sementara.
Sebenarnya ini berlaku untuk segala hal, tapi utamanya tanaman yang merupakan salah satu mahluk hidup di sana. Ingatlah, tindakan iseng atau yang kamu anggap sepele dan remeh bisa menjadi malapetaka entah bagi diri sendiri atau orang lain. Misalkan mengganti arah penunjuk jalan yang biasanya tertempel di pohon, merusak palang jalan, dan lain sebagainya.
Kamu juga tidak boleh asal atau sembarangan dalam mengambil sesuatu di gunung tersebut. Kalau yang kamu ambil adalah sampah, itu justru hal positif yang membantu menjaga ekosistem. Tapi jika yang kamu ambil justru tanaman atau satwa di daerah tersebut, kamu perlu berhati-hati! Bisa jadi itu tanaman atau satwa yang dilindungi undang-undang yang justru akan membuatmu terkena denda jutaan rupiah dan dipenjara!
Sampah adalah masalah klasik di gunung. Banyak jalur pendakian yang keindahannya tercemar plastik, botol, maupun sisa makanan pendaki. Ini adalah hal paling mendasar adalah tidak meninggalkan sampah apa pun di gunung. Prinsip Leave No Trace berarti: “Apa yang kamu bawa naik, harus kamu bawa turun kembali.” Gunakan kantong khusus sampah di carrier, pisahkan sampah organik dan anorganik, serta usahakan mengurangi sampah sekali pakai sejak dari rumah. Dengan begitu, keindahan gunung bisa tetap dinikmati pendaki berikutnya.
Gunung adalah tempat pertemuan banyak orang dengan latar belakang berbeda, tetapi tujuan sama: menikmati alam. Karena itu, saling menghormati sangat penting. Etika sederhana yang sering dilakukan adalah saling menyapa pendaki lain yang berpapasan di jalur, memberi jalan bagi pendaki yang menurun (karena lebih berisiko kehilangan keseimbangan), dan membantu jika ada yang mengalami kesulitan. Selain itu, jaga suara agar tidak terlalu bising. Musik keras atau teriakan berlebihan bisa mengganggu pendaki lain yang ingin menikmati ketenangan gunung.
Etika mendaki gunung bukan sekadar aturan tertulis, tetapi cerminan dari kepedulian kita terhadap alam, sesama, dan diri sendiri. Dengan menerapkan etika ini, pendakian akan menjadi pengalaman yang lebih aman, bermakna, dan berkelanjutan.
Gunung akan selalu ada, tetapi belum tentu generasi mendatang bisa menikmatinya dengan utuh jika kita abai sejak sekarang. Mari jadi pendaki yang bertanggung jawab, karena mendaki bukan hanya soal menaklukkan puncak, melainkan juga tentang menjaga bumi tetap lestari.
Copyright © 2025 All Rights Reserved